Senin, 08 Februari 2010

Mengapa Freeport Betah di Papua?

Akhir tahun 1996, sebuah tulisan bagus oleh Lisa Pease yang dimuat dalam
majalah Probe. Tulisan ini juga disimpan dalam National Archive di
Washington DC. Judul tulisan tersebut adalah “JFK, Indonesia, CIA and
Freeport.”

Walau dominasi Freeport atas gunung emas di Papua dimulai sejak tahun
1967, namun kiprahnya di negeri ini sudah dimulai beberapa tahun
sebelumnya. Dalam tulisannya, Lisa Pease mendapatkan temuan jika Freeport
Sulphur, demikian nama perusahaan itu awalnya, nyaris bangrut
berkeping-keping ketika terjadi pergantian kekuasaan di Kuba tahun 1959.

Ditengah situasi yang penuh ketidakpastian, pada Agustus 1959, Forbes
Wilson yang menjabat sebagai Direktur Freeport Sulphur melakukan pertemuan
dengan Direktur pelaksana East Borneo Company, Jan van Gruisen. Dalam
pertemuan itu Gruisen bercerita jika dirinya menemukan sebuah laporan
penelitian atas Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang
ditulis Jean Jaques Dozy di tahun 1936. Uniknya, laporan itu sebenarnya
sudah dianggap tidak berguna dan tersimpan selama bertahun-tahun begitu
saja di perpustakaan Belanda. Van Gruisen tertarik dengan laporan
penelitian yang sudah berdebu itu dan membacanya.

Selama beberapa bulan, Forbes Wilson melakukan survey dengan seksama atas
Gunung Ersberg dan juga wilayah sekitarnya. Penelitiannya ini kelak
ditulisnya dalam sebuah buku berjudul The Conquest of Cooper Mountain.
Wilson menyebut gunung tersebut sebagai harta karun terbesar yang untuk
memperolehnya tidak perlu menyelam lagi karena semua harta karun itu telah
terhampar di permukaan tanah. Dari udara, tanah disekujur gunung tersebut
berkilauan ditimpa sinar matahari.

Wilson juga mendapatkan temuan yang nyaris membuatnya gila. Karena selain
dipenuhi bijih tembaga, gunung tersebut ternyata juga dipenuhi bijih emas
dan perak..!! Menurut Wilson, seharusnya gunung tersebut diberi nama GOLD
MOUNTAIN, bukan Gunung Tembaga. Sebagai seorang pakar pertambangan, Wilson
memperkirakan jika Freeport akan untung besar dalam waktu tiga tahun sudah
kembali modal. Pimpinan Freeport Sulphur ini pun bergerak dengan cepat.
Pada 1 Februari 1960, Freeport Sulphur meneken kerjasama dengan East
Borneo Company untuk mengeksplorasi gunung tersebut.

Namun lagi-lagi Freeport Sulphur mengalami kenyataan yang hampir sama
dengan yang pernah dialaminya di Kuba. Perubahan eskalasi politik atas
tanah Irian Barat tengah mengancam. Hubungan Indonesia dan Belanda telah
memanas dan Soekarno malah mulai menerjunkan pasukannya di Irian Barat.

Tadinya Wilson ingin meminta bantuan kepada Presiden AS John Fitzgerald
Kennedy agar mendinginkan Irian Barat. Namun ironisnya, JFK malah
spertinya mendukung Soekarno. Kennedy mengancam Belanda, akan menghentikan
bantuan Marshall Plan jika ngotot mempertahankan Irian Barat. Belanda yang
saat itu memerlukan bantuan dana segar untuk membangun kembali negerinya
dari puing-puing kehancuran akibat Perang Dunia II terpaksa mengalah dan
mundur dari Irian Barat.

Ketika itu sepertinya Belanda tidak tahu jika Gunung Ersberg sesungguhnya
mengandung banyak emas, bukan tembaga. Sebab jika saja Belanda mengetahui
fakta sesungguhnya, maka nilai bantuan Marshall Plan yang diterimanya dari
AS tidak ada apa-apanya dibanding nilai emas yang ada di gunung tersebut.

Dampak dari sikap Belanda untuk mundur dari Irian Barat menyebabkan
perjanjian kerjasama dengan East Borneo Company mentah kembali. Para
pemimpin Freeport jelas marah besar. Apalagi mendengar Kennedy akan
menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar 11 juta AS
dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia. Semua ini jelas harus dihentikan!

Segalanya berubah seratus delapan puluh derajat ketika Presiden Kennedy
tewas ditembak pada 22 November 1963. Banyak kalangan menyatakan
penembakan Kennedy merupakan sebuah konspirasi besar menyangkut
kepentingan kaum Globalis yang hendak mempertahankan hegemoninya atas
kebijakan politik di Amerika.

Presiden Johnson yang menggantikan Kennedy mengambil sikap yang bertolak
belakang dengan pendahulunya. Johnson malah mengurangi bantuan ekonomi
kepada Indonesia, kecuali kepada militernya. Salah seorang tokoh di
belakang keberhasilan Johnson, termasuk dalam kampanye pemilihan presiden
AS tahun 1964, adalah Augustus C.Long, salah seorang anggota dewan direksi
Freeport.

Tokoh yang satu ini memang punya kepentingan besar atas Indonesia. Selain
kaitannya dengan Freeport, Long juga memimpin Texaco, yang membawahi
Caltex (patungan dengan Standard Oil of California). Soekarno pada tahun
1961 memutuskan kebijakan baru kontrak perminyakan yang mengharuskan
60persen labanya diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Caltex sebagai
salah satu dari tiga operator perminyakan di Indonesia jelas sangat
terpukul oleh kebijakan Soekarno ini.

Augustus C.Long amat marah terhadap Soekarno dan amat berkepentingan agar
orang ini disingkirkan secepatnya.
http://berita. liputan6. com/progsus/ 200209/41945/ class=%27vidico% 27

Lisa Pease dengan cermat menelusuri riwayat kehidupan tokoh ini. Antara
tahun 1964 sampai 1970, Long pensiun sementara sebagai pemimpin Texaco.
Apa saja yang dilakukan orang ini dalam masa itu yang di Indonesia dikenal
sebagai masa yang paling krusial.

Pease mendapatkan data jika pada Maret 1965, Augustus C.Long terpilih
sebagai Direktur Chemical Bank, salah satu perusahaan Rockefeller.
Augustus 1965, Long diangkat menjadi anggota dewan penasehat intelejen
kepresidenan AS untuk masalah luar negeri. Badan ini memiliki pengaruh
sangat besar untuk menentukan operasi rahasia AS di Negara-negara
tertentu. Long diyakini salah satu tokoh yang merancang kudeta terhadap
Soekarno, yang dilakukan AS dengan menggerakkan sejumlah perwira Angkatan
Darat yang disebutnya sebagai Our Local Army Friend.

Salah satu bukti sebuah telegram rahasia Cinpac 342, 21 Januari 1965,
pukul 21.48, yang menyatakan jika kelompok Jendral Suharto akan mendesak
angkatan darat agar mengambil-alih kekuasaan tanpa menunggu Soekarno
berhalangan. Mantan pejabat CIA Ralph Mc Gehee juga pernah bersaksi jika
hal itu benar adanya.

Awal November 1965, satu bulan setelah tragedi terbunuhnya sejumlah
perwira loyalis Soekarno, Forbes Wilson mendapat telpon dari Ketua Dewan
Direktur Freeport, Langbourne Williams, yang menanyakan apakah Freeport
sudah siap mengekplorasi gunung emas di Irian Barat. Wilson jelas kaget.
Ketika itu Soekarno masih sah sebagai presiden Indonesia bahkan hingga
1967, lalu darimana Williams yakin gunung emas di Irian Barat akan jatuh
ke tangan Freeport?

Sebab itulah, ketika UU no 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang
draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didektekan Rockefeller, disahkan
tahun 1967, maka perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani
Suharto adalah Freeport!. Inilah kali pertama kontrak pertambangan yang
baru dibuat. Jika di zaman Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan
asing selalu menguntungkan Indonesia, maka sejak Suharto berkuasa,
kontrak-kontrak seperti itu malah merugikan Indonesia.

Untuk membangun konstruksi pertambangan emasnya itu, Freeport mengandeng
Bechtel, perusahaan AS yang banyak mempekerjakan pentolan CIA. Direktur
CIA John McCone memiliki saham di Bechtel, sedangkan mantan Direktur CIA
Richards Helms bekerja sebagai konsultan internasional di tahun 1978.

Tahun 1980, Freeport menggandeng McMoran milik “Jim Bob” Moffet dan
menjadi perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar dollar
AS pertahun.

Tahun 1996, seorang eksekutif Freeport-McMoran, George A.Maley, menulis
sebuah buku berjudul “Grasberg” setelab 384 halaman dan memaparkan jika
tambang emas di Irian Barat itu memiliki deposit terbesar di dunia,
sedangkan untuk bijih tembaganya menempati urutan ketiga terbesar didunia.

Maley menulis, data tahun 1995 menunjukkan jika di areal ini tersimpan
cadangan bijih tembaga sebesar 40,3 miliar dollar AS dan masih akan
menguntungkan 45 tahun ke depan. Ironisnya, Maley dengan bangga juga
menulis jika biaya produksi tambang emas dan tembaga terbesar di dunia
yang ada di Irian Barat itu merupakan yang termurah di dunia..!!

Istilah Kota Tembagapura itu sebenarnya menyesatkan dan salah. Seharusnya
EMASPURA. Karena gunung tersebut memang gunung emas, walau juga mengandung
tembaga. Karena kandungan emas dan tembaga terserak di permukaan tanah,
maka Freeport tinggal memungutinya dan kemudian baru menggalinya dengan
sangat mudah. Freeport sama sekali tidak mau kehilangan emasnya itu dan
membangun pipa-pipa raksasa dan kuat dari Grasberg-Tembagapura sepanjang
100 kilometer langsung menuju ke Laut Arafuru dimana telah menunggu
kapal-kapal besar yang akan mengangkut emas dan tembaga itu ke Amerika.
Ini sungguh-sungguh perampokan besar yang direstui oleh pemerintah
Indonesia sampai sekarang..!!!

Kesaksian seorang reporter CNN yang diizinkan meliput areal tambang emas
Freeport dari udara. Dengan helikopter ia meliput gunung emas tersebut
yang ditahun 1990-an sudah berubah menjadi lembah yang dalam. Semua emas,
perak, dan tembaga yang ada digunung tersebut telah dibawa kabur ke
Amerika, meninggalkan limbah beracun yang mencemari sungai-sungai dan
tanah-tanah orang Papua yang sampai detik ini masih saja hidup bagai di
zaman batu.

Freeport merupakan ladang uang haram bagi para pejabat negeri ini, yang
dari sipil maupun militer. Sejak 1967 sampai sekarang, tambang emas
terbesar di dunia itu menjadi tambang pribadi mereka untuk memperkaya diri
sendiri dan keluarganya. Freeport McMoran sendiri telah menganggarkan dana
untuk itu yang walau jumlahnya sangat besar bagi kita, namun bagi mereka
terbilang kecil karena jumlah laba dari tambang itu memang sangat dahsyat.
Jika Indonesia mau mandiri, sektor inilah yang harus dibereskan terlebih
dahulu.

disalin dari NEGARA AMERIKA DIBANGUN DARI EMAS PAPUA oleh ARKILAUS ARNESIUS BAHO, Januari 2010

print this page

0 komentar:

Posting Komentar